Sepak terjang preman di Tanah Abang dalam kepemimpinan Gubernur DKI Anies Baswedan semakin meresahkan masyarakat. Mereka berpesta pora tanpa takut berurusan dengan hukum. Pencoleng ini beraksi di depan pintu keluar Blok F Pasar Tanah Abang. Saat mobil keluar dari pintu tersebut, para preman menghadangnya dan memalak untuk mendapatkan sejumlah uang, pada 5 September 2019.
Gerakan pemalakan di pusat grosir terbesar di Asia Tenggara tersebut direspons cepat kepolisian. Sebanyak empat tersangka ditetapkan polisi, yaitu Tasiman (22 tahun), Muhammad Nur Hasan (26 tahun), Iqbal Agus (21 tahun), dan Supriyatna (40 tahun). Keempat pelaku dikenakan Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pemerasan dan Pengancaman.
Kapolres Metro Jakarta Pusat Komisaris Besar Harry Kurniawan mengajak kepada masyarakat untuk segera melaporkan ke polsek atau polres terdekat jika dipalak para preman-preman di wilayah Jakarta Pusat.
“Kehadiran polisi salah satunya memberikan rasa aman kepada masyarakat. Saya akan tindak tegas preman-preman yang menganggu aktivitas masyarakat seperti di pntu keluar Blok F Pasar Tanah Abang ini,” kata Harry.
Penangkapan preman tersebut disambut positif Anies Baswedan. Mantan Rektor Universitas Paramadina ini berterimakasih terhadap langkah cepat yang dilakukan kepolisian. “Apa pun alasannya itu salah dan harus ditindak secara hukum karena itu tindakan pidana,” kata Anies, Sabtu, 7 September 2019.
Anies mengimbau kepada masyarakat untuk melaporkan jika ada pemalakan di Tanah Abang. Dia berharap kasus pamalakan tersebut tidak terulang kembali
Penanganan Tanah Abang
Selain Anies Baswedan, dua mantan Gubernur DKI Joko Widodo (Jokowi) dan Basuki Tjahaja Purnama (BTP) atau Ahok memiliki cara yang berbeda dalam penanganannya. Berikut tata kelola pusat grosir terbesar dari kedua gubernur tersebut.
1. Masa Gubernur DKI Jokowi
Ketika Jokowi memimpin Jakarta, dia fokus menangani penertiban pedagang kaki lima (PKL) Tanah Abang. Mantan Wali Kota Solo ini mengaku tidak keberatan keberadaan PKL asalkan tidak mengganggu ketertiban umum.
Rencana Jokowi mendapat perlawanan dari para PKL. Pria kelahiran Surakarta, 21 Juni 1961 ini merasakan ada aksi pemalakan dari oknum hingga tidak terima untuk direlokasi. tapi, Jokowi mengaku telah mengantongi nama-nama preman yang diduga memeras PKL. Ia menjamin akan ada tindakan serius untuk menghentikan tindakan tersebut.
“Saya pastikan itu (pemalakan) ada. Nah, siapa yang narik, siapa yang dapat aliran, ini yang kita cek. Hati-hati. Ini betul-betul kita cek. Kita lihat. Hati-hati itu. Ini penggunaan jalan, aset negara,” kata Jokowi.
2. Masa Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)
Pada era Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, dia fokus menindak penyewa lahan DKI di Tanah Abang, terutama para pihak yang menyewakan lahan DKI bagi para pedagang kaki lima (PKL) untuk berjualan, sehingga mengakibatkan kemacetan panjang di daerah itu.
“Kami bukan cuma membongkar lapak-lapak di sana karena melanggar Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum karena jualan di jalan. Kami juga lapor Bareskrim karena ada tindak korupsi di sana. Anda menyewakan tanah negara untuk lahan korupsi dan menjual lapak mereka untuk PKL, itu dipenjara saja sudah, bos-bos premannya di sana,” kata Ahok, Senin, 6 April 2015.
Comments
Post a Comment